Di Balik Layar Himarus Galang Dana

Beberapa waktu lalu, berkisar pada akhir Mei 2020, kami mengadakan kegiatan galang dana untuk buruh tani dan guru honorer yang terkena dampak pandemi Covid-19 di wilayah Pangalengan, Kabupaten Bandung. Sebelumnya, kami membuka donasi via online hingga pada batas waktu yang ditentukan hingga dana yang terkumpul mencapai sebesar Rp 2.540.000,00. Dana tersebut direalisasikan beberapa waktu yang lalu. Berkisar pada akhir Mei 2020, kami mengadakan kegiatan bakti social untuk buruh tani dan guru honorer yang terkena dampak pandemi Covid-19 di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.

Sebelumnya, kami membuka donasi via online hingga pada batas waktu yang ditentukan. Setalah 2 minggu akhirnya dana yang terkumpul mencapai sebesar Rp 2.540.000,00. Dana tersebut direalisasikan dalam bentuk sembako. Kami membungkus sebanyak 75 bungkusan sembako yang masing-masingnya berupa 2kg beras, 250gr gula pasir, 500ml minyak, 120ml kecap manis, 250gr ikan asin, dan 2 bungkus mie instant.

Pembagian Sembako Kepada Guru Honorer

Lelah membungkus sembako,kami memutuskan untuk langsung tidur tak sabar menunggu esok pagi. Matahari telah terbit menandakan keberangkatan kami menuju Pangalengan, kami memakan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan. Medan yang cukup berat karena jalan yang berkelok dan rusak tak menyurutkan semangat kami untuk tetap berbagi kebahagiaan.

Sesampainya di SDN Pintu 01 -tempat pertama kami membagikan sembako- ,sembari menunggu datangnya para guru honorer yang akan mengambil sembako, kami berbincang dengan kepala sekolah SDN Pintu 01, Bapak Iwan Setiawan. Beliau menceritakan kondisi kegiatan belajar mengajar di SDN Pintu 01. Hal tersebut dirasa cukup menyedihkan. Selain problema kesenjangan gaji guru honorer, kami juga diceritakan bagaimana kondisi ruang kelas yang sudah tidak layak dan tidak cukup untuk menampung para siswanya. Hal tersebut membuat SDN Pintu 01 menerapkan sistem kelas pagi dan siang karena keterbatasannya. Kelas siang lah yang paling ramai siswa,  tepatnya di ruang kelas 4 sendiri ada 67 siswa. Ya, 67 siswa di dalam satu kelas yang normalnya hanya bisa menampung 30-40 siswa. Kekurangan tenaga pengajar juga menjadi problema di sekolah ini.

Di setiap sekolah kurang lebih hanya ada 10 guru. Hal itu sangat menyulitkan pihak sekolah terutama sekarang di masa pandemi ini. Di masa pandemi ini mungkin kita dimudahkan dengan adanya teknologi sehingga pembelajaran jarak jauh bisa berjalan dengan baik. Namun tidak dengan sekolah-sekolah di Pangalengan. Pembelajaran jarak jauh versi mereka adalah para guru datang ke masing-masing rumah siswa. Hal itu disebabkan karena tidak semua siswa memiliki perangkat pembelajaran daring.

Kami terhenyuh tak menyangka guru-guru tersebut tetap bertanggung jawab memberikan ilmu meski harus berjalan kaki dari rumah ke rumah siswanya. Topik pun beralih ke ketidak adilan gaji dan fasilitas yang diterima oleh para guru honorer. Pak Iwan menceritakan bahwa guru honorer sangat sulit untuk diangkat menjadi guru tetap bahkan ada yang sudah mengabdi selama 15 tahun dan masih berstatus guru honorer hingga saat ini. Bahkan gaji yang diterima oleh guru honorer juga tidak masuk akal. Mereka menerima gaji sekitar Rp 200.000 – Rp 450.000 per bulan nya. Itupun gaji turun tidak setiap bulan, melainkan bisa sampai 4 bulan sekali. Guru honorer tidak mendapat tunjangan lain, bahkan untuk piket mereka menggunakan biaya sendiri. Hal tersebut karena dana piket mereka berasal dari dana BOS yang mana lebih diutamakan untuk dialokasikan ke inventaris sekolah.

Setelah cukup lama berbincang dengan Pak Iwan, kami pun menemui para guru honorer yang sudah berkumpul di salah satu kelas. Begitu memasuki kelas tersebut kami mengenalkan diri sebagai perwakilan pengurus Himarus UNPAD, lalu menjelaskan tujuan kami datang kesini untuk berbagi sedikit rejeki kami berupa sembako. Terhitung sebanyak 30 guru honorer hadir di kelas, mereka berasal dari 9 sekolah dasar di Gugus Sukamanah, Kecamatan Pangalengan ini. 9 sekolah tersebut adalah SDN Pintu 01 & 02,  SDN Sukamanah, SDN Citere, SDN Gambiok, SDN Madiutama, SDN Sukalilah SDN Taruna Pelita dan SDN Suka Laksana. Suasana cukup hangat karena para guru tak segan untuk berinteraksi bersama kami. Ketika kami bertanya bagaimana keseharian atau suka duka sebagai guru, kami tertegun kembali mendengar jawaban mereka yang serempak berkata “banyak dukanya!”. Salah satu guru berkeluh kesah akan kesenjangan antara guru honorer dan guru PNS. Kami menyimak dengan saksama sambil menahan rasa prihatin.

Mungkin mereka tahu kami terdiam karena terlarut sedih, dengan segera salah satu guru melemparkan guyonan sehingga suasana kelas kembali ceria. Dengan perubahan suasana tersebut kami pun bertanya iseng, apakah bapak dan ibu sekalian masih ingin menjadi guru meski dengan ketidak adilan yang diterima? Ada satu ibu guru yang duduk di depan beliau langsung menjawab , “Jadi guru mah panggilan neng!”. Sontak kami bertepuk tangan dan menunjukan apresiasi dan kebanggaan kami terhadap guru-guru tersebut. Kami hanya bisa tersenyum lebar sungguh kami bangga dan terharu. Kegiatan diakhiri setelah foto bersama, sebelumnya para guru berkali-kali mengucapkan terimakasih atas sembako yang kami beri. Rasanya, justru kami yang harusnya berterimakasih kepada mereka, para pahlawan tanpa tanda jasa.

Pengurus HIMARUS bersama para guru honorer

Perjalanan dilanjutkan ke Kampung Cibuluh, Desa Pulosari. Medan perjalanan yang kami lewati lebih ekstrem dibanding sebelumnya. Kami melewati jalanan yang belum di aspal, becek di jalan menjadi rintangan juga bagi mobil yang kami tumpangi. Sesampainya disana kami langsung bergegas turun dan menyiapkan sembako yang akan dibagikan kepada para warga. Tiap-tiap kami membawa 2-3 bungkus sembako. Di sana kami membagikan dengan cara door-to-door. Kami bersama-sama mengantarkan sembako dari ujung ke ujung. Satu persatu rumah kami datangi. Warga menyambut dengan ramahnya.

Hari mulai panas menyengat, matahari sudah tepat diatas kepala. Panasnya mentari tetap tak meruntuhkan semangat kami. Melihat senyum dan kebahagiaan para warga membuat kami lebih merasa bersyukur dan semangat untuk membagikan sembako hingga rumah paling akhir. Banyak sekali dari mereka yang memprihatinkan kondisinya. Tempat tinggal yang tak layak, minim nya penghasilan sehingga minim panganan juga, entah bagaimana mereka dapat bertahan di kala pandemi ini. 

Tak hanya membagikan sembako, kami juga berbincang-bincang dengan warga disana. Mendengarkan keluh kesahnya, menjadi bagian dari kisahnya walaupun hanya sesaat. Rasanya, membuat kami menjadi semakin terenyuh. Para warga yang akur, membuat kami ikut bahagia. Mereka sangat bersyukur dengan adanya santunan tersebut.Mereka menutup kesenjangan yang ada dengan keharmonisan. Dampak Pandemi Covid-19 mereka atasi bersama-sama. Saling membantu antar warga dan tetap saling menjaga.

Pengurus Himarus saat hendak menuju ke desa Pulosari
Pembagian sembako ke rumah-rumah warga

Hari semakin gelap, kami harus segera pulang. Kami membereskan semua perlengkapan dan bergegas untuk pulang. Kami berpamitan dengan para warga di sana. Ingin tinggal sedikit lebih lama, namun terpaksa kami harus kembali. Hari ini tak mungkin kami lupakan.

Pembagian sembako ke rumah-rumah warga

Hari semakin gelap, kami harus segera pulang. Kami membereskan semua perlengkapan dan bergegas untuk pulang. Kami berpamitan dengan para warga di sana. Ingin tinggal sedikit lebih lama, namun terpaksa kami harus kembali. Hari ini tak mungkin kami lupakan.

Dengan adanya HIRUGANA ini kami belajar banyak hal. Kami belajar untuk bertanggung jawab akan peran kami seperti hal nya para guru honorer yang tetap semangat dan bertanggung jawab untuk membagikan ilmu. Meski mereka tak mendapat untung apapun. Kami juga belajar untuk lebih peduli kepada sesama, dan turut membantu apabila ada yang kesulitan. Seperti hal nya para warga Desa Cibuluh yang rukun dan saling membantu di kala pandemi ini. Tentunya, kami belajar untuk lebih bersyukur dan menghargai apapun yang telah kami punya.

Kami juga bertanya-tanya mengenai ketidak adilan yang diterima para guru honorer. Apa jangan- jangan problema guru honorer ini tidak hanya terjadi di Pangalengan? Padahal guru berperan mencerdaskan bangsa, bukan kah sudah sepatutnya kita membalas jasa mereka? Bagaimana dengan pemerintah daerah? Apakah mereka tidak tahu perihal ketidak adilan guru honorer ini? Juga bagaimana dengan bantuan pemerintah kepada masyarakat menengah kebawah di saat pandemi ini?

Kami berharap, semoga kedepannya banyak perhatian yang mereka bisa dapatkan dari yang berkuasa maupun dari orang-orang disekitarnya yang juga sesama manusia. Bantuan ataupun bentuk perhatian apapun tentunya membantu meringankan beban mereka.

Untuk teman teman yang membaca tulisan ini, kami tahu  pandemi ini telah menggagalkan banyak rencana yang tentunya mengecewakan kita. Namun, kiranya kita bisa berjuang bersama, bergandeng tangan saling menjaga dan memberi. Tetap semangat dan jaga kesehatan!

Salam sayang, Himarus Kabinet Perestroika. (Luna/Blu)

Diterbitkan oleh HIMPUNAN MAHASISWA SASTRA RUSIA UNPAD

Website Resmi Himpunan Mahasiswa Sastra Rusia Universitas Padjadjaran. Line : @tfw6701a Twitter : @himarusunpad Instagram : @himarusunpad Youtube : HIMARUS UNPAD

Tinggalkan komentar