Toxic Masculinity di Dalam Budaya Patriarki

Oleh: Yoga Adityo Nugroho
Foto: opendemocracy

Toxic Masculinity pada dasarnya dapat diartikan sebuah pemikiran atau pandangan sempit mengenai peran gender dari laki-laki. Topik ini memang masih tabu dan sensitif di masyarakat Indonesia,namun bukan berarti  ini bisa dibiarkan begitu saja. Karena ini berdampak buruk bagi lingkungan sekitar yang berpandangan seperti itu ditambah budaya patriarki yang masih ada sampai saat ini di Indonesia.

Toxic Masculinity lahir dari konstruksi sosial yang berasal dari masyarakat patriarkis yang mengarah pada sikap dan perilaku seseorang. Masyarakat kita sendiri yang membentuk konstruksi maskulinitas terhadap suatu gender. Dimana laki-laki dituntut untuk tegas, tidak cengeng, dan berjiwa pemimpin. Dalam society kita, masyarakat kita cenderung mengelompokkan gender seperti laki-laki dituntut untuk kuat dan perempuan dikatakan sebagai makhluk yang lemah. Namun apakah ini akan berdampak baik atau buruk?

Dalam penelitian seorang psikolog bernama Sphepherd Bliss, Toxic Masculinity ini cenderung memberi dampak negatif pada seseorang,terutama laki-laki yang menjadi objek perilaku toxic masculinity ini. Banyak laki-laki yang mengalami depresi dan memutuskan untuk bunuh diri karena ketika mereka berperilaku tidak sesuai dengan kontruksi dan pandangan maskulinitas,mereka akan mengalami sanksi sosial seperti dikucilkan dari masyarakat setempat. Toxic Masculinity ini secara tidak langsung menuntut seorang laki-laki bersikap sesuai ‘standar’ laki-laki pada umumnya,seperti tidak cengeng. Padahal menangis merupakan suatu hal yang wajar karena merupakan luapan emosi seseorang yang dimana tentunya menangis tidak memandang gender seseorang.

Lalu apa hubungannya dengan budaya patriarki di Indonesia?

Budaya patriarki yang menggambarkan sebuah istilah dimana sistem sosial yang menempatkan gender laki-laki sebagai sosok yang lebih berkuasa didalam kehidupan sosial bermasyarakat.Para laki-laki yang berperilaku sesuai maskulinitas yang berlaku akan selalu berpandangan bahwa derajat perempuan selalu dibawah mereka. Tentu ini membuat ketidakadilan dan kesenjangan gender dalam masyrakat. Dan juga ini membuat gerak seorang perempuan masih terbatas karena adanya toxic masculinity dan budaya patriarki. Tentu jika tidak diperbaiki ini akan semakin menjadi buruk. Maka ada baiknya jika kita menghargai semua orang tanpa melihat gender dan melakukan kesetaraan gender dimana semua gender berhak dan memiliki kesempatan yang sama di masyarakat.

Diterbitkan oleh HIMPUNAN MAHASISWA SASTRA RUSIA UNPAD

Website Resmi Himpunan Mahasiswa Sastra Rusia Universitas Padjadjaran. Line : @tfw6701a Twitter : @himarusunpad Instagram : @himarusunpad Youtube : HIMARUS UNPAD

Tinggalkan komentar