Jika FEB Terkenal Jago Ngitung dan FISIP Dinilai Progresif, Maka Apa Nilai Jual Anak FIB?

Oleh: Fahrian Hafizh Wibowo
Foto: MilitaryHistoryNow.com

Dunia perkuliahan menuntut mahasiswa didalamnya dituntut untuk memiliki selling point atau nilai jual yang berbeda antara satu sama lain. Karenanya, terdapat beberapa stereotip yang muncul terhadap fakultas-fakultas yang dinilai memiliki nilai jualnya tersendiri. FEB misalnya, dinilai jago dalam hal menghitung uang dan memanage keuangan, FIKOM yang disebut-sebut sebagai ‘Fakultas Artis’ karena banyaknya entertainer yang berasal dari sana, FH yang rajin mengkritisi pasal-pasal bermasalah dalam rancangan undang-undang buatan orang-orang di parlemen, hingga FISIP yang dinilai orang sebagai Fakultas Aktivisme Mahasiswa karena mahasiswanya yang kencang dalam aksi-aksi dan lugas mengkritisi isu dan fenomena sosio-politik di Indonesia. Apakah sudah semuanya? Sayangnya belum. Saya belum menyebutkan FIB alias Fakultas Ilmu Budaya.

Anggapan yang paling umum tentang nilai jual mahasiswa FIB adalah lihai dalam merangkai kata-kata, baik itu berupa puisi, artikel populer, maupun karya tulis lainnya. Kemampuan ini dianggap merupakan turunan dari ilmu humaniora yang mereka pelajari selama berkuliah di FIB. Apakah hal ini mutlak dimiliki mahasiswa FIB semata? Sayangnya tidak. Mahasiswa FIKOM juga handal dalam merangkai kata-kata dan mentransformasikan kata-kata tersebut sebagai medium berkomunikasi. Mereka bahkan mempelajari ilmu seperti copywriting, komunikasi bisnis, dan ilmu-ilmu lainnya yang mengemas kata-kata agar lebih komunikatif.

Mahasiswa FIB juga disebut-sebut kritis terhadap isu-isu sosial-budaya. Hal ini didasari fakta bahwa ilmu humaniora yang dipelajari di FIB memang erat akan pembahasan tentang isu-isu yang berlatar belakang sosial-budaya. Namun, justru program studi yang secara mendalam mempelajari ilmu sosial-budaya adalah FISIP dengan program studi sosiologi dan antropologi didalamnya. Tanpa menghilangkan rasa hormat kepada sepuluh program studi yang ada di FIB, pembahasan sosial-budaya yang saya temui di FIB tampaknya tidak sedalam dan se-menyeluruh yang dipelajari di Sosiologi dan Antropologi FISIP UNPAD.

Lalu apa lagi nilai jual mahasiswa FIB? Tampilan yang sruntulan dan gaya hidup yang ‘nyastra’ banget? Bahkan definisi mahasiswa yang nyastra ini juga rancu. Mereka yang suka berpuisi dibilang nyastra, padahal mahasiswa fakultas lain juga bisa-bisa aja kalau hanya disuruh berpuisi.

Pada akhirnya, yang menjadi nilai jual mahasiswa FIB adalah diri mereka sendiri. Terlepas dari ilmu yang dipelajari selama perkuliahan yang mungkin tidak applicable ke dalam dunia pekerjaan yang mereka geluti. Yang saya tahu pasti, mempelajari humaniora berarti mempelajari cara memanusiakan manusia. Selanjutnya, silahkan cari tahu sendiri nilai jual dari bagaimana cara anda memanusiakan manusia.

Diterbitkan oleh HIMPUNAN MAHASISWA SASTRA RUSIA UNPAD

Website Resmi Himpunan Mahasiswa Sastra Rusia Universitas Padjadjaran. Line : @tfw6701a Twitter : @himarusunpad Instagram : @himarusunpad Youtube : HIMARUS UNPAD

Tinggalkan komentar