Menjadi Indie Adalah Manifestasi Eksistensi Manusia

Oleh: Mochammad Ricky Novarismansyah
Foto: thevaultpublication.com

Apa sih yang terbayang di benak banyak orang ketika mendengar kata indie? Mungkin puisi, sepatu Vans, tote bag, Payung Teduh, hujan, senja, dan mungkin sejuta stereotip lainnya soal indie.

Anak indie sendiri kerap kali dianggap sebagai elitis yang mempermasalahkan musik yang didengarkan orang-orang. Jika anda ketahuan sedang mendengarkan Noah, ST12, D’ Bagindas, apalagi musik dangdut, siap-siap saja mendapat reaksi semacam, “zaman sekarang lo masih dengerin musik begini???”

Tentu, hal diatas pun merupakan contoh stereotip indie. Lalu sebenarnya apa sih indie itu? Apa yang dimaksud dengan menjadi indie?

Indie sendiri berasal dari kata independen yang berarti berdiri sendiri atau berjiwa bebas. Jika mengacu pada musik, itu artinya sebuah grup musik yang tidak terikat pada label atau brand tertentu. Indie sendiri tidak hanya terbatas pada musik. Hal-hal seperti film atau fashion pun mengenal istilah indie. 

Namun di zaman sekarang, menjadi “indie” dianggap sebagai menjadi berbeda. Ya, mengikuti semangat indie berarti menolak untuk patuh dan ikut pada trend yang ada. Menjadi indie berarti tidak menggunakan pakaian yang sama dengan orang lain, mendengarkan musik yang tidak didengar oleh orang lain, juga menonton film yang mungkin orang-orang tidak banyak tahu. 

Lalu mengapa orang-orang melakukan hal seperti ini? Berusaha keras untuk menjadi berbeda dan tidak mengikuti arus. Orang lain mungkin ada yang menganggap bahwa orang-orang yang so-called “indie” ini norak dan sok-sok-an, tapi bagi saya sendiri, ini adalah perwujudan dari menjadi manusia. Betul, sebuah manifestasi dari eksistensi manusia. 

Seringkali saya bertanya pada diri sendiri, “apa yang membuat saya menjadi saya?”, “apa yang membedakan saya dengan yang lainnya?” segala cara berpakaian, selera musik, film yang kita tonton tentunya tidak muncul dengan sendirinya, selalu ada pengaruh dari orang lain. Lalu jika kita terus mengikuti segala sesuatu yang ada, apakah saya adalah saya? Bukankah artinya saya hanyalah gabungan dari berbagai eksistensi dan kepribadian yang ada? 

Karena itulah saya cukup paham jika orang-orang berusaha menjadi “indie”. Karena hal itu merupakan bagian dalam kehidupan. Tiap-tiap orang pastinya berusaha mencari jati dirinya yang seolah-olah menunjukkan, “ini adalah saya, bukan dia atau mereka.” 

Iya memang sih, akan menjadi berlebihan ketika orang-orang yang menyebut diri sebagai “indie” dan berbeda ini mulai menganggap diri sebagai sosok yang superior dan memandang rendah orang-orang yang dianggap tidak “indie” dan mengikuti arus.

Sesungguhnya, saya sendiri tidak menemukan hal yang salah dari orang-orang yang melakukan hal yang sama dan menyukai hal yang populer. Lagipula,  berusaha keras sekalipun, saya menganggap bahwa manusia tidak akan pernah menjadi 100% orisinil. Apa-apa yang kita pikirkan pun mungkin sudah dipikirkan jauh-jauh hari oleh pria asal Yunani dengan rambut ikal atau seorang perokok absurdist dari Prancis.

Bagaimanapun juga, usaha-usaha dalam penemuan diri sendiri ini memang apa yang menjadikan manusia sebagai manusia. Meskipun kita takkan bisa menjadi 100% orisinil, tetapi kita adalah satu insan unik yang tentunya berbeda dari satu sama lain di antara miliaran manusia. 

Menjadi “indie” bukanlah hal yang norak. Kita semua pada taraf tertentu pastilah melakukannya.

Diterbitkan oleh HIMPUNAN MAHASISWA SASTRA RUSIA UNPAD

Website Resmi Himpunan Mahasiswa Sastra Rusia Universitas Padjadjaran. Line : @tfw6701a Twitter : @himarusunpad Instagram : @himarusunpad Youtube : HIMARUS UNPAD

Tinggalkan komentar