Bukti Fenomena Child Grooming yang Dinormalisasi dari Sinetron “Suara Hati Istri – Zahra”

Oleh: Adiwijaya Kusumajati Supama
Foto: kincir.com

Sinetron berjudul “Suara Hati Istri – Zahra” yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi di Indonesia tengah ramai dibicarakan khalayak ramai. Siaran ini menjadi berita yang panas karena melibatkan pemain remaja yang memerankan salah satu istri seorang pria pelaku poligami. Sebenarnya tidak hanya persoalan plot cerita yang sangat tidak layak dikonsumsi oleh publik, melainkan perilaku pedofilia dan normalisasi child grooming yang ditunjukan langsung dari usia pemeran utama wanita sinetron tersebut. Bahkan, siaran ini tayang di jam prime time.

Sinetron ini menceritakan tentang sosok suami bernama Pak Tirta. Ia diceritakan memiliki tiga orang istri bernama Ratu, Putri, dan Zahra. Ratu merupakan istri pertama yang egois. Kemudian ada Putri si istri kedua yang diceritakan sebagai sosok istri bermuka dua, istri terakhir bernama Zahra merupakan sosok tokoh utama yang polos dan namanya dijadikan sebagai judul “megaseries” ini.

Mengutip detikcom, Lea Ciarachel, aktris yang memerankan tokoh Zahra diketahui lahir pada 5 Oktober 2006. Dengan demikian, saat ini usianya masih 15 tahun. Sedangkan lawan mainnya, aktor Panji Saputra sebagai pemeran tokoh Pak Tirta telah berusia 39 tahun. Keduanya terpaut usia 24 tahun.

Lea pun harus beradegan “cukup berani” dengan Panji. mulai dari adegan pernikahan, mengecup kening hingga momen Pak Tirta yang mendekatkan wajahnya di perut Zahra yang diceritakan sedang hamil. Hal ini tentunya menjadi sorotan karena pedofilia dan child grooming yang terpampang nyata dalam sinetron tersebut.

Menyikapi isu ini, sutradara Ernest Prakasa menyampaikan keresahannya akan sinetron “Suara Hati Istri – Zahra” melalui akun Instagram @ernestprakasa. Dalam unggahannya, Ernest tak sungkan mengkritisi banyak aspek dari sinetron ini. Baik dari pemilihan aktris yang ternyata berusia di bawah umur untuk memerankan sosok istri muda hingga stasiun televisi yang bertanggung jawab dalam penyiaran sinetron tersebut.

Lantas, apa sih child grooming itu?

Menurut R. O’Connell, child grooming merupakan tindakan yang dilakukan untuk membangun hubungan kepada korban yang masih anak-anak atau remaja. Setelah membangun hubungan, pelaku akan menjebak korban dengan cara memanipulasi, mengeksploitasi bahkan melecehkan. Terdapat dua jenis child grooming, yaitu physical grooming dan psychological grooming.

Dalam mencapai physical grooming, biasanya terjadi physicological grooming untuk mencapai kontak fisik melalui manipulasi pikiran. Pelaku bahkan dapat melancarkan dua aksi itu secara bersamaan. Anak sebagai korban mungkin tidak tahu bahwa aksi grooming sedang terjadi kepadanya.

Sayangnya, peraturan khusus tentang child grooming belum diatur secara spesifik di Indonesia, bahkan di banyak negara lainnya. Semoga kita semua lebih aware dengan hal ini.

Diterbitkan oleh HIMPUNAN MAHASISWA SASTRA RUSIA UNPAD

Website Resmi Himpunan Mahasiswa Sastra Rusia Universitas Padjadjaran. Line : @tfw6701a Twitter : @himarusunpad Instagram : @himarusunpad Youtube : HIMARUS UNPAD

Tinggalkan komentar