Saya Adalah Seorang Jawa yang Tumbuh Besar di Lingkungan Betawi dan Melanjutkan Studi di Tanah Sunda

Oleh: Fahrian Hafizh Wibowo
Foto: borobudurnews.com

Saya lahir dari keluarga yang tidak jawa-jawa banget sebenarnya. Memang Ayah saya lahir di Semarang dan tumbuh besar di Magelang, lalu baru ketika umur 20an beliau hijrah ke Jakarta untuk menggapai Jakartans Dream yang agaknya diidam-idamkan masyarakat non-Ibukota saat itu. Kala itu Ayah saya bekerja di salah satu restoran cepat saji di Jakarta dimana Beliau kemudian bertemu dengan Ibu saya. Nah, Bapak dari Ibu saya atau yang saya panggil Kakung ini memang seorang Jawa yang lahir dan besar di Wonogiri, kemudian merantau ke Jakarta. Yah, lagi-lagi karena Jakartans Dream tadi.

Ibu saya yang lahir dari Orangtua Jawa yang tinggal di Jakarta ini kemudian beradaptasi dan pada akhirnya lebih condong terhadap budaya Betawi yang berada di sekelilingnya. Ibu saya bisa berbahasa Jawa secara pasif, yang di kemudian hari menurun ke saya yang hanya bisa inggih dan mboten. Ketika berumahtangga dengan Ayah saya pun bahasa yang digunakan di rumah adalah bahasa Indonesia. Bahkan, Ayah saya yang (menurut Ibu saya) sangat tidak bisa mengucapkan Lu-Gue dengan baik dan benar di awal kedatangannya di Jakarta, kini sudah fasih ber-Lu-Gue kepada teman-teman kantornya.

Saya yang sedari kecil mendengarkan bahasa Jawa hanya ketika pulang kampung ke Magelang pun semakin tidak terlatih lidahnya untuk berbahasa Jawa. Apalagi ketika di Magelang, Mbah Putri saya malah mengajak ngobrol saya dengan bahasa Indonesia, yang membuat saya tidak terlalu nyaman karena saya -bagaimanapun juga- adalah seorang Jawa. Yang sayangnya tidak mahir berbahasa Jawa.

Ketika berada di lingkungan rumah, tentunya teman-teman saya menggunakan bahasa Betawi yang perlahan saya adopsi ke dalam alam bawah sadar saya. Saya yang sedari kecil main bersama teman-teman Betawi kemudian semakin mahir mengucapkan kata-kata seperti bagen, bujug, kagak, bae, seterah, dan ora (disclaimer, ini ora-nya Betawi). Perbendaharaan kata-kata itu dibarengi dengan logat Betawi saya yang bisa mengakhiri kalimat dengan vowel -e, seperti “Yee, makanye gua bilang juga ape”.

Kendati demikian, identitas saya sebagai seorang Jawa tidak luntur. Saya yang dirumah dipanggil Mas Rian pun turut memengaruhi tetangga sekitar, khususnya Ibu-ibu Betawi untuk memanggil saya dengan sebutan Mas. Yang lucu adalah bagaimana mereka seakan-akan menyebut Mas sebagai nama panggilan saya, seperti misalnya “Si Mas mah baek orangnye, tiap sore dia nyapu halaman”. Padahal kata Mas secara harfiah merujuk kepada pronomina laki-laki tunggal dalam bahasa Jawa. Tapi ya mau bagaimana lagi? Lagipula saya dipanggil Mas juga toh nggak ada ruginya.

Saya bersyukur selama saya tumbuh besar di lingkungan Betawi ini, saya belum pernah merasakan diskriminasi ras dikarenakan ke-Jawa-an saya. Mungkin hal tersebut disebabkan identitas Jawa saya sudah hilang seiring sudah lamanya saya tidak bergaul dengan orang Jawa lainnya. Kaburnya identitas saya juga diperparah dengan masuknya saya ke Unpad Jatinangor yang tentunya masyarakatnya berbahasa Sunda. Saya pun yang ngekos di Jatinangor karena akrab dengan teman-teman dari suku Sunda, menjadi semakin fasih berbahasa Sunda. Saya yang awalnya tidak mengerti satu kata pun dalam bahasa Sunda, kini bisa bercakap-cakap dengan teman-teman saya, tentunya dalam strata sunda pergaulan.

Berdasarkan pengalaman saya di Jatinangor, saya pun mengamini pendapat bahwa Bahasa itu adalah buah dari praktek yang dilakukan terus-menerus. Dari awalnya mendengar, mencoba berbicara, memahami tata bahasa sederhananya, hingga bisa berkomunikasi secara intens, adalah proses berbahasa yang harus dilewati untuk memahami suatu bahasa.

Yah, pada akhirnya saya pun bingung dengan identitas kesukuan saya. Berdasarkan garis darahnya, saya adalah seorang Jawa. Berdasarkan lingkungan tumbuh dan berkembangnya, saya adalah Betawi. Dan berdasarkan domisili saat ini, saya mungkin juga layak disebut Sunda. Betapa membingungankannya.

Diterbitkan oleh HIMPUNAN MAHASISWA SASTRA RUSIA UNPAD

Website Resmi Himpunan Mahasiswa Sastra Rusia Universitas Padjadjaran. Line : @tfw6701a Twitter : @himarusunpad Instagram : @himarusunpad Youtube : HIMARUS UNPAD

Tinggalkan komentar