Adam’s Song dari Blink 182 adalah Lagu Untuk Mereka yang Mengalami Quarter Life Crisis

Oleh: Muhammad Fahrian Hafizh
Foto: cultura.id

Era 1990-an hingga awal 2000-an adalah periode keemasan MTV. Program musik yang menampilkan band-band dan musisi yang identik dengan semangat anak muda lengkap dengan gaya hidup gensetnya. Tak heran, band-band yang lahir di era tersebut memiliki militansi fans yang tinggi (yang tidak jarang malah keliatan katro). Band-band yang lahir di era ini rata-rata membawakan lagu-lagu yang memiliki progresi chord nggak njelimet, membawa pesan-pesan yang juga relate dengan anak muda pada eranya, dan satu lagi: berlomba-lomba menjadi yang paling eksentrik.

Perkara menjadi eksentrik inilah yang kadang justru menimbulkan psywar diantara para fans. Fans dari Backstreet Boys menilai musik Pop Punk kampungan, sebaliknya fans Blink 182 menganggap fans dari Backstreet Boys cemen-cemen. Ketika kedua kubu tersebut berdebat satu sama lain mengenai siapa yang lebih keren, fans Britpop kemudian hadir dalam posisi in-between pop punk dan boyband. Nggak se-nyentrik pop punk tapi juga masih ada unsur sruntulan-nya, nggak kaya boyband yang elegan.

Pop punk yang dibawakan Blink 182 memang legendaris. Trio Travis Barker, Tom DeLonge, dan Mark Hoppus ini berhasil menjangkau fans dari berbagai kalangan. Mulai dari era MTV tahun 2000an hingga dedek-dedek gemes yang galau nan sadboy namun gengsi mau nyetel lagu Conan Gray – Heather. Blink 182 memang akan terus everlasting, karena musik-musik yang mereka bawakan bercerita tentang gairah remaja dimana semua orang pastinya merasakan. Kerinduan akan seseorang yang digambarkan pada lagu I Miss You, konflik perceraian keluarga dalam lagu Stay Together for the Kids, gejolak masa muda dalam lagu What’s My Age Again, dan yang menurut saya terbaik: Adam’s Song.

Adam’s Song mengajak kita untuk merasakan kehidupan anggota Blink 182 yang selalu sibuk dan dibebani banyak hal di usia remaja akhir. Tom DeLonge yang sudah berusia 24 tahun serta Mark Hoppus yang berusia 27 tahun sepertinya sudah merasa cukup ber-haha-hihi sebagai remaja sruntulan dan kini menatap ke usia dewasa. Masa remaja yang mereka habiskan dengan bermusik, melakukan konser dan menggelar tur-tur ke berbagai kota sepertinya cukup menjenuhkan mereka. Hal tersebut dapat dilihat pada bait “I never conquered rarely came, sixteen just held such better days, days when I still felt alive, we couldn’t wait to get outside.” Disini Blink 182 menceritakan tentang kerinduan mereka akan masa remaja mereka di usia 16 tahun dimana mereka selalu bersemangat untuk melakukan banyak hal di luar rumah. Masa-masa dimana mereka masih merasa hidup dan tidak terbebani oleh tekanan dari sekeliling mereka. Merasa relate dengan liriknya? Kalau begitu saya ucapkan selamat, anda sudah bukan remaja lagi.

Kejenuhan para personil Blink 182 dilanjutkan dengan bait berikutnya. “The world was wide, too late to try, the tour is over we survived, I couldn’t wait ‘til I got home, to pass the time in my room alone.” Perasaan lelah setelah sekian tahun melakukan tur dan jauh dari rumah membuat mereka merasa bahkan menyelesaikan sebuah tur adalah sebuah will to survive. Bait ini secara dalam menusuk orang-orang yang gila kerja dan membudayakan hustle culture sehingga pekerjaan yang mereka lakukan tidak lagi berorientasi pada kesenangan, namun sudah menjadi cara bertahan hidup.

Bagian chorus dari Adam’s Song tersebut berubah menjadi optimisme pada chorus terakhir menjadi “I never conquered rarely came, tomorrow helds such better days, days when I can still feel alive, where I can’t wait to get outside.” Blink 182 mengajarkan kita untuk terus menatap kepada hari esok, terus merasa optimis dan tetap ‘hidup’ serta tidak takut untuk melakukan banyak hal yang kita harus kerjakan.

Karena biar bagaimanapun, the show must go on, right?

Diterbitkan oleh HIMPUNAN MAHASISWA SASTRA RUSIA UNPAD

Website Resmi Himpunan Mahasiswa Sastra Rusia Universitas Padjadjaran. Line : @tfw6701a Twitter : @himarusunpad Instagram : @himarusunpad Youtube : HIMARUS UNPAD

Tinggalkan komentar