Fesyen Cepat vs Fesyen Berkelanjutan

Oleh: OST28
Foto: ModaLisboa

Fesyen atau mode adalah ragam yang terbaru pada suatu waktu tertentu (KBBI, 2020). Fesyen seringkali dikaitkan dengan hedonisme dan siklus hidup yang pendek karena terus mengikuti tren sehingga menciptakan tren fesyen cepat. Fesyen cepat pendekatan terhadap desain, kreasi, dan pemasaran fesyen yang menekankan pada pembuatan tren fesyen secara cepat dan murah sehingga lebih mudah dijangkau oleh konsumen. Fesyen cepat — koleksi pakaian berbiaya rendah berdasarkan tren fesyen terkini yang berbiaya tinggi — pada dasarnya adalah sistem respons cepat yang mendorong budaya sekali pakai (Fletcher, 2008). Tren ini memiliki banyak dampak negatif bagi lingkungan dan manusia.

Industri fesyen cepat menghasilkan pencemaran yang luar biasa. Kain yang murah dan konstruksi garmen yang buruk tidak dapat menahan banyak pencucian. Perlu dicatat bahwa industri pakaian adalah pencemar lingkungan alam terbesar kedua di dunia dan juga bertanggung jawab atas 10% dari total emisi karbon di seluruh dunia (Forbes, 2015). Fesyen terlibat dalam industri dengan tingkat partisipasi tertinggi kedua dalam polusi global serta mengonsumsi 70 juta barel minyak per tahun untuk memproduksi poliester, yakni serat yang membutuhkan waktu sekitar 200 tahun untuk terurai (Seibel et al., 2019). Dalam melawan tren fesyen cepat, homogen dan berorientasi pada kuantitas, sejumlah desainer di Inggris mulai mengambil pendekatan yang lambat dan lebih berkelanjutan untuk merancang dan membuat pakaian. Mereka mengajukan pertanyaan tentang dampak sosial dan lingkungan dari model anggaran volume dan mempromosikan budaya serta nilai-nilai berkelanjutan dalam fesyen. Untuk mewujudkan keberlanjutan perlu melibatkan dinamika lingkungan kompleks yang memengaruhi mata pencaharian dan kesejahteraan manusia dengan dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial politik yang saling berpotongan, baik secara global maupun lokal. Oleh karena itu, budaya sustainable fashion (fesyen berkelanjutan) hadir.

Fesyen berkelanjutan pertama kali muncul sekitar tahun 1960-an, ketika konsumen mulai -an, gerakan ini di awali dengan kampanye anti-bulu binatang. Sejak tahun 1987 isu yang banyak dibicarakan tentang fesyen adalah eco fashion atau sustainable fashion (fesyen berkelanjutan) sebagai istilah dalam dunia fesyen. Hal ini merupakan bagian dari filosofi perkembangan desain dan tren keberlanjutan yang ramah lingkungan dengan tanggung jawab sosial. Pada akhir tahun 1990-an karena banyaknya skandal sweatshop muncul dan diikuti oleh minat konsumen pada pakaian yang memiliki nilai etis, maka memberikan tekanan sosial pada perusahaan-perusahaan fesyen untuk menerapkan program pemantauan yang lebih baik atas pabrik mereka, dimana dikaitkan dengan pekerja mendapatkan perlakukan dan upah yang adil, pekerja memiliki kondisi kerja yang aman (Joergens, 2006), produk menggunakan bahan yang ramah lingkungan dan mengurangi dampak kerusakan lingkungan (Johnston, 2012). Perhatian dan minat para pelaku industri fesyen dalam fesyen berkelanjutan semakin berkembang pesat sejak runtuhnya gedung Rana Plaza di Dhaka, Bangladesh, yang menampung lima pabrik garmen, menewaskan sedikitnya 1.132 orang dan melukai lebih dari 2.500 pekerja industri fesyen cepat.

Kini, fesyen berkelanjutan menjadi suatu gerakan global yang diminati kalangan muda dalam industri fesyen, salah satunya adalah tren thrift shopping. Thrift shopping merupakan kegiatan membeli produk bekas untuk mengurangi dampak fesyen cepat dengan harga yang murah. Kegiatan ini dapat membantu kalangan menengah ke bawah mendapatkan produk fesyen berkelas dengan harga murah dan mengurangi pencemaran akibat produksi fesyen yang berlebihan serta tidak sehat dalam rangka fesyen berkelanjutan.

Diterbitkan oleh HIMPUNAN MAHASISWA SASTRA RUSIA UNPAD

Website Resmi Himpunan Mahasiswa Sastra Rusia Universitas Padjadjaran. Line : @tfw6701a Twitter : @himarusunpad Instagram : @himarusunpad Youtube : HIMARUS UNPAD

Tinggalkan komentar