Kebijakan Travel Bubble Mulai Digalakkan, Bagaimana Kabar Pariwisata Indonesia?

Oleh: Bianca Evangelista
Foto: kompas.com

Sebelum pandemi Covid-19 menyerang, sektor pariwisata menyumbang sekitar 10% dari total keseluruhan GDP global. Penerimaan negara melalui sektor ini menjadi sangat penting bagi hampir tiga perempat negara di seluruh dunia. Terutama bagi negara-negara berkembang seperti Kepulauan Karibia, Mesir, Tanzania, hingga Uganda mengalami kemerosotan ekonomi akibat turunnya jumlah kunjungan turis ke negara tersebut.

Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Sebelum pandemi yaitu tahun 2019 Indonesia menghasilkan sekitar 18.40 miliar dollar AS dari kunjungan wisatawan asing, perhitungan ini belum termasuk dengan kunjungan wisatawan domestik. Namun karena pandemi devisa sektor ini turun drastis hingga 70%.

Kejatuhan sektor pariwisata membawa kerugian besar bagi ekonomi negara. Dengan demikian, pemerintah di seluruh dunia sedang berjuang menemukan solusi untuk memulihkan arus kas masuk yang terkait dengan pariwisata dan perjalanan internasional. Penandatanganan perjanjian travel bubble antar negara-negara Asean diyakini sebagai salah satu jalan keluar atas permasalahan ini. Perjanjian ini dikeluarkan oleh Asean pada KTT ke-37 November 2020 melalui Asean Declaration on an Asean Travel Corridor Arrangement Framework.

Travel bubble atau travel bridge atau disebut juga corona corridors adalah pembukaan batas lintas negara dengan negara lain yang masing-masing memiliki kasus virus korona. Konsep travel bubble awalnya dipelopori oleh Australia dan Selandia Baru. Konsep ini mengatur perjalanan lintas negara, berlaku hanya bagi negara-negara yang terikat kesepakatan di dalamnya. Dengan kata lain hanya dibuka untuk negara yang ikut serta dalam kesepakatan namun harus ditutup untuk negara lain. Melalui perjanjian travel bubble ini masyarakat tidak diwajibkan melakukan karantina mandiri setibanya di negara tujuan.

Pembukaan travel bubble bagaikan pisau bermata dua. Pada satu sisi, hal tersebut dapat mendorong pemulihan ekonomi negara dan menekan pengeluaran untuk biaya ekstra selama karantina. Tetapi disaat yang sama hal ini dapat mendorong penyebaran virus akibat mobilitas tinggi. Dalam pernyataannya Presiden Jokowi menekankan bahwa pembukaan travel bubble untuk saat ini hanya berlaku untuk perjalanan bisnis, bukan untuk perjalanan wisata. Namun setelah dilakukannya vaksinasi secara gradual berhembus kabar mengenai wacana pembukaan kembali pariwisata Bali bagi turis asing. Lantas apakah travel bubble memang merupakan solusi terbaik bagi pariwisata Indonesia?

Diterbitkan oleh HIMPUNAN MAHASISWA SASTRA RUSIA UNPAD

Website Resmi Himpunan Mahasiswa Sastra Rusia Universitas Padjadjaran. Line : @tfw6701a Twitter : @himarusunpad Instagram : @himarusunpad Youtube : HIMARUS UNPAD

Tinggalkan komentar