Seberapa Efektif PPKM Darurat?

Oleh: Bramasta Arie Kurniawan
Foto: inews.id

Sebagaimana kita ketahui, baru-baru ini kasus COVID-19 di Indonesia telah meningkat kembali. Terutama di kota-kota besar di Pulau Jawa. Padahal sebelumnya, kasus COVID-19 perlahan menurun. Karena itu, dengan alasan menekan angka persebaran virus pemerintah akhirnya mengeluarkan keputusan untuk mengadakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Ini mulai diberlakukan dari tanggal 3 Juli s/d 20 Juli 2021. Sebenarnya PPKM ini diberlakukan di Pulau Jawa dan Bali karena merupakan pulau di Indonesia yang padat penduduk. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang ditugaskan Presiden Joko Widodo menjelaskan PPKM diberlakukan di 45 kabupaten/kota dengan asesmen pandemi Level 4 dan 76 kabupaten/kota untuk Level 3 di dua pulau tersebut.

Dalam waktu yang ditentukan, seluruh tempat ibadah, tempat-tempat fasilitas umum, kegiatan kesenian dan budaya yang menimbulkan kerumunan diwajibkan untuk ditutup. Resepsi pernikahan boleh diadakan, dengan syarat boleh dihadiri 30 orang dengan makanan mesti dibawa pulang. Selain itu, pasar swalayan, pasar tradisional, dan toko kelontong hanya diperbolehkan buka hingga pukul 20.00 dengan pengunjung hanya boleh 50% dari total kapasitas. Sementara untuk pusat perbelanjaan besar seperti mal harus tutup total. Sedangkan untuk tempat makan hanya diperbolehkan untuk menerima layanan take away saja dan tidak boleh makan ditempat. Tidak hanya pembatasan atau penutupan tempat dan fasilitas umum, pemerintah juga mengambil langkah penyekatan terhadap pengguna transportasi untuk turut membatasi mobilitas masyarakat. Penyekatan dilakukan dibeberapa titik di kota-kota untuk membatasi keluar-masuknya pengguna jalan. Untuk yang ingin bepergian keluar kota melalui transportasi seperti bus, kereta, kapal, dan pesawat diwajibkan untuk menunjukan surat vaksin minimal dosis I dan dan surat PCR H-2 atau antigen H-1. Untuk pengguna jasa taksi/ojek daring hanya diperbolehkan 70% dari kapasitas penumpang.

Namun untuk pekerjaan di sektor kritikal diperbolehkan 100% kerja dari kantor. Tentu dengan menaati protokol kesehatan, demikian aturan baru dalam PPKM darurat di Jawa-Bali. Sektor esensial dapat beroperasi secara langsung dengan syarat hanya 50% dari kapasitas karyawan di kantor. Sektor esensial mencakup keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non-penanganan karantina, serta industri berorientasi ekspor. Sementara sektor kritikal dapat beroperasi 100% dikarenakan sektor kritikal ini mencakup energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek

strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari. Sementara untuk pekerjaan di sektor non- esensial harus dilakukan 100% secara daring.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah semata-mata untuk menekan lonjakan kasus COVID-19. Dengan penyebaran virus di masyarakat yang masif diiringi tingginya mobilitas dan interaksi masyarakat, kondisi ini sangat sulit ditangani. Ditambah ketidaksediaan rumah sakit untuk menampung pasien dikarenakan 100% terisi. Ujungnya dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi juga. Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Mouhamad Bigwanto mengatakan bahwa langkah yang diambil pemerintah saat ini tidak jauh berbeda dengan PPKM mikro. Beliau berujar bahwa harus ada langkah yang extra-ordinary. Seperti lockdown atau karantina wilayah minimal 2 minggu, pelaksanaan 3T dan vaksinasi masif. Apalagi saat ini cukup

sulit untuk mengetahui mana orang yang telah terpapar atau tidak dalam artian tanpa gejala.

Sebenarnya apabila pemerintah ingin betul-betul menekan angka pesebaran kasus, dapat mencontoh negara-negara lain. Seperti contoh India yang melakukan lockdown kota New Delhi yang akhirnya pada bulan Juni dapat menekan persebaran sebanyak 8 kali lipat. Selain itu Jerman yang melakukan lockdown negaranya pada bulan Desember 2020. Aksi ini sempat menimbulkan protes masyarakat pada awalnya namun dua bulan kemudian jumlah kasus menurun hingga 50%.

Jika pemerintah hanya membatasi kegiatan masyarakat dalam negeri sebetulnya tidak akan begitu efektif. Karena pelabuhan dan bandara tetap dibuka begitu juga dengan keluar-masuk warga negara asing. Seharusnya untuk sementara pelabuhan dan bandara ditutup supaya pemerintah tidak kecolongan lagi seperti sebelumnya dimana TKA asal Tiongkok dan WNA asal India dapat masuk ke Indonesia. Begitu juga masyarakat dalam negeri harus turut mengikuti peraturan dan protokol kesehatan. Karena akan jadi percuma apabila pemerintah telah berupaya keras memberlakukan PPKM namun kita sebagai masyarakat bersikap acuh atau bahkan enggan menaati aturan yang berlaku.

Diterbitkan oleh HIMPUNAN MAHASISWA SASTRA RUSIA UNPAD

Website Resmi Himpunan Mahasiswa Sastra Rusia Universitas Padjadjaran. Line : @tfw6701a Twitter : @himarusunpad Instagram : @himarusunpad Youtube : HIMARUS UNPAD

Tinggalkan komentar